Kakanda Sani, Kakanda Opick dan Refleksi Diri

18 Oktober 2007 12.24 By Firdaus

Dunia atau mungkin lebih tepatnya nasib, kadang terlihat sangat tidak adil antara mahluk yang satu dengan mahluk lainnya. Sesosok mahluk, ada yang diciptakan dalam bentuk hewan yang akalnya tak dapat tesentuh, ada dalam model tumbuhan yang tulus, ada dalam bentuk manusia yang sempurna, bahkan ada yang dalam bentuk yang tidak bernyawa”………………………………………………………….

Dua tahun di tempat ini, saya berkenalan dengan dua orang yang secara kronologis lahir dan masuk ke sekolah yang sama dengan sekolah saya, namun mereka masuk lebih dahulu. Secara umum mereka dianggap sebagai senior saya. Sebuah teorema dasar senioritas. Siapa yang duluan masuk, maka dialah seniornya, sesuatu yang sangat dijunjung tinggi dalam kemiliteran. Keduanya memiliki jalur karir yang sama. Bahkan sampai sekarang progressnya sama dan memangku jabatan yang setingkat.dan keduanya sama-sama wanita. Mari saya perkenalkan satu persatu.

Yang pertama, namanya Kakanda Sani. Kulitnya putih bersih,kharisma kemapanan terpancar jelas di raut wajahnya. Bersekolah SMU di salah satu sekolah pinggiran dekat rumahku, di kota yang disebut sebagai gerbang Indonesia Timur. Lulus Program Diploma I sebuah sekolah kedinasan dan bekerja sebagai abdi negara di salah satu instansi pemerintah. Sambil bekerja, Kakanda Sani melanjutkan kuliahnya sampai tamat S1 dan baru-baru ini telah mendapatkan kenaikan pangkat sesuai ijazah terakhirnya itu. Sebuah karir yang cukup maju bagi sesorang yang memulai dari titik yang bisa disebut nol.

Tidak jauh berbeda dari Kakanda Sani, ada juga kisah Kakanda Opick. Kulitnya tidak seputih kakanda Sani, dari wajahnya ada raut kesedihan. Berskolah SMU di kota tempat lahirnya salah seorang pemimpin bangsa. Masuk di sekolah dinas yang sama dengan Kakanda Sani,menjadi abdi negara ditempat yang sama, dan kuliah di tempat yang sama. Baru-baru ini Kakanda Opick juga telah mendapatkan kenaikan pangkat sesuai ijazah terakhirnya.

Prioitas pendidikan yang mereka dahulukan membuat keduanya sama-sama lambat menikah. Atau mungkin memang jodohlah yang belum waktunya. Mereka menikah di umur yang bagi seorang wanita yg telah mapan dalam perekonomian tergolong cukup terlambat. Secara umum, nasib keduanya identik. Kecuali dalam hal kasih sayang.

Kakanda Sani orangnya memendam kasih sayang nya dalam hati. Auranya jutek. Bahkan saya malas ,kalau bukan takut, memandangi wajahnya. Dihari kedua saat dulu saya se seksi dengannya, saya sudah kena teguran yang menurut saya – yang tidak rabun-rabun amat dengan teknologi jaringan – sangat tidak beralasan dan mengada-ada. Tapi nasib baik sangat berpihak padanya. Dia bersuamikan seorang pemimpin cabang salah satu BUMN tebaik di Indonesia. Dan baru-baru ini tlah dikauniai seorang putra yang tampan.

Bebeda seratus delapan puluh kilometer, Kakanda Opick memancarkan aura kasih sayang yang sangat dahsyat. Bahkan saat menyapa kami yang muda-muda ini, panggilan andalannya adalah “sayang”. Kasih sayangnya pun bukan hanya di mulut, tapi nyata dan apa adanya. Tidak pernah sekalipun menyinggung perasaan saya. Bahkan kadang saya yang serin meledeknya. Tapi nasibnya agak malang. Dari gosip yang saya dengar ( padahal saya telah berusaha sekuat tenaga untuk menutup telinga ini dari gosip yang berlimpah dosa itu ), hubungan dengan suaminya tidak berlangsung sempurna. Suaminya pun belum memiliki pekerjaan yang bisa dibilang tetap. Dan tragisnya lagi, sampai sekarang Kakanda ku yang sangat saya sayangi ini, belum dikaruniai putra.

Kisah keduanya tentu sangat paradoks. Nasib sudah begitu kejam secara relatif. Lihatlah, bagaimana sesorang yang beraura judes, justru diberi orang-orang terdekat yang penuh dan butuh kasih sayang. Sementara dia yang kasih sayangnya membanjir seperti air bah, justru hampir tidak memiliki orang terdekat yang mampu menikmati kasih sayang itu secara primer.

Namun disinilah keadilan itu harus dilihat dari belahan yang berbeda. Renungkan bahwa nasib telah begitu baik memberi Kakanda Sani orang-orang yang terdekat baginya untuk belajar bagaimana mencurahkan kasih sayangnya yang selama ini dia simpan jauh di dalam sumur hatinya, sehingga pompa manapun tidak sanggup menghisap air kasih sayang itu. Kehadiran orang-orang terdekatnya bagaikan pipa-pipa panjang yang menjadi jalan untuk kasih sayang itu.

Dan Kakanda Opick, kasih sayang yang dia punya sepertinya sudah dianomalikan agar saat ini dicurahkan kepada kami. Kami anak-anak perantau ini yang jauh dari keluarga, yang masih butuh bimbingan dan kasih sayang seorang kakak bahkan seorang Ibu. Dan semuanya itu diberikan Kakanda Opick dengan sempurna, ikhlas, dan tidak setengah-setangah.

Dunia atau mungkin lebih tepatnya nasib, kadang terlihat sangat tidak adil antara mahluk yang satu dengan mahluk lainnya. Sesosok mahluk, ada yang diciptakan dalam bentuk hewan yang akalnya tak dapat tesentuh, ada dalam model tumbuhan yang tulus, ada dalam bentuk manusia yang sempurna, bahkan ada yang dalam bentuk yang tidak bernyawa. Namun sungguh dalam perbedaan itulah keadilan yang hakiki sebenarnya bersemayam”

Lantas, bagaimana dengan saya sendiri??? Orang macam apakah aku? Mungkin saya orang yang seperti Kakanda Sani dimasa mudanya. Hanya saja kharisma kemapanan tentu tidak terpancar dari wajahku yang hanya anak seorang pegawai rendahan ini. Dan orang seperti apakah yang kelak akan menjadi orang terdekat dengan saya? Akan kah dia? Dia yang sifatnya sediam dan sebisu saya? Atau seperti dia yang keibuan, tabah, penurut,santun, nrimo, yang telah saya anggap sebagai perempuan paling sempurna buat saya? Atau apakah dia si pribadi yang berani, bebas, agresif, terbuka, plin-plan yang masih kadang meragukan?

Siapapun dia, bagaimana pun dia, pasti Tuhan telah menciptakan dengan seadil-adilnya buat saya. Bahkan jika dia itu sebenranya hampir tidak ada seperti nasib Kakanda Opick.

( Buat Kanda Opick, Doaku akan selalu ada buatmu )

Makassar, 15 Oktober 2007

1 Respons:

noertika mengatakan...

tidak ada gunanya wajah cantik dan kedudukan tinggi kalo tidak dibarengi akhlak mulia...
lagian yg qta sebutkan dalam beberapa kriteria itu umumnya adalah hal2 duniawi...saya yakin yg dituju kanda Opick jauh lebih tinggi dari itu...
saya yakin kanda Opick punya kebahagiaan lain yg tak dimiliki si judes...!

mudah2an semuanya cepat selesai, secepat Allah menghancurkan kaum Sodom dan Gomorah!

18 Oktober 2007 pukul 16.33

Posting Komentar